Sabtu, 25 Agustus 2018

Surat#2 : Sampaikan padanya

Hai.
Aku menyapamu lagi malam ini.
Begitu cepat langit malam menyampaikan rinduku padamu.
Sampai-sampai saat ini aku mulai merasakan kehadiranmu kembali.
Namun, aku tak siap.
Aku belum siapkan obat,
untuk menutup luka yang akan terbuka suatu saat nanti.
Aku belum siapkan perekat,
untuk menyatukan puing-puing hatiku suatu saat nanti.
Kata orang,
ketika kau datang, bersiaplah untuk menerima kepergianmu,
entah itu cepat atau lambat.
Aku belum siap.
Aku takut.
Terlebih, aku takut kau hanya datang padaku.
Aku takut kau hanya menyapaku,
tapi kau lupa untuk menyapa dirinya di ujung sana.

Aku masih tak siap menerima kehadiranmu.
Aku mohon, datanglah lagi di lain waktu,
atau
sapalah ia juga.
Bisikkan padanya untuk menghampiriku.
Sebelum aku menutup semua pintu.
Katakan padanya bahwa aku menunggunya
untuk waktu yang tak kan lama.
Karena suatu saat pintu itu mungkin akan tertutup kembali,
entah kapan.

Jumat, 24 Agustus 2018

Talk about relationship

Pernah nonton serial Kenapa Belum Nikah? Kalau nonton itu, duh, rasanya kita ikut ngerasain sakitnya. Masing-masing orang punya alasan sendiri kenapa mereka memilih untuk belum nikah dan kita harus menghargainya. Kadang ada yang belum nikah, karena memang belum merasa siap, belum merasa mampu untuk menikah. Entah siap dan mampu secara lahir maupun batin.

Beberapa orang di sekitarku juga banyak yang belum menikah, bukan berarti mereka nggak mau, tapi mereka punya alasan sendiri. Bisa jadi karena ada masalah pribadi, ada juga yang udah punya calon tapi merasa dirinya belum sanggup buat nikah. Ya mungkin karena mereka cowok kali ya, jadi banyak yang dijadikan pertimbangan.

Aku jadi ikut kepikiran aja gitu. Aku sebenernya mau nikah umur berapa sih? Berhubung belum ada calonnya kali ya, jadinya masih bisa nanya gitu. Mungkin kalo aku punya calonnya, nggak bakal kepikiran gitu. Kalo mau, iya mau, tapi siap atau nggaknya itu, masih nggak tau kapan. Tapi, kalo cewek kan kalo nggak segera nikah juga ada konsekuensi sendiri terkait sama umur yang semakin tua. Cuman, kok kayaknya kalo segera pun juga belum siap. Belum siap mental, belum siap hati, belum siap juga secara finansial, yang jelas belum siap calonnya. Hahaha.

Kadang rasanya pengen banget membuka hati, ngeliat banyak cowok di sekeliling ya masa nggak ada satu pun yang bisa dijadikan calon gitu ya. Masalahnya bukan itu :( Akunya belum siap membuka hati dan belum ada juga yang berusaha mengetuk. Atau mungkin aku suka, tapi akunya nggak nyadar sama perasaanku sendiri. Ya kudu gimana gitu kan. Aku nggak peka orangnya. :(

Kalo kata temen deketku yang cowok, "Kamu itu sih jadi anak nggak peka. Itu banyak cowok masa nggak ada satu pun yang nyantol?" Maafkan aku, Zal, tapi emang nggak ada, atau mungkin belum ada. :(

Aku nggak nyari yang perfect, aku juga punya banyak kekurangan. Aku cuman mau yang sayang sama aku, nyambung kalo diajak ngobrol, dan memenuhi kriteria dari papaku. Dulu papaku pernah bilang, "Nggak perlu nyari laki yang kaya, karena harta tuh bisa habis dan bisa dicari. Cari laki tuh yang tanggung jawab dan yang mau kerja keras." Di sekelilingku orang kayak gitu nggak ada? Ada. Banyak. Tapi, nggak tau kenapa, mungkin karena merekanya juga nggak ngetuk, jadinya ya akunya juga diem aja. Dalam artian aku takut memulai duluan, atau akunya emang yang nggak peka. Yang bisa aku lakukan? Berdoa doang, sambil tetap kenalan sana sini, sambil tetap berteman sana sini. Yang penting baik sama semua orang.

Aku pengennya sama orang yang sudah tau apa kelemahanku dan bisa nerima dan ngasih support aku. Bukan orang yang ngeliat aku cuman dari sisi yang baik aja. Entah kenapa, bukannya aku nggak suka dipuji. Lagian siapa sih yang nggak suka dipuji? Cuman rasanya aku nggak sanggup aja kalo ada orang yang suka karena ngeliat yang baiknya dari aku itu apa. Aku takut aku nggak bisa memenuhi ekspektasi orang itu. Aku takut ketika orang itu tau jeleknya aku, dia nggak bisa nerima. Aku takut, ekspektasi orang itu terlalu tinggi.

Aku juga manusia. Aku nggak mau hubungan yang didasari dengan ekspektasi-ekspektasi yang suatu saat bisa aja nggak sesuai dengan realita. Aku nggak mau hubungan itu ada karena mereka butuh aku mengimbangi dia, tapi dia nggak mau usaha buat mengimbangi aku. Ketika ada suatu saat aku memilih untuk nggak mengimbangi dia, habislah sudah. Aku nggak mau hubungan karena adanya paksaan.

Gimana dengan kalian?

Selasa, 21 Agustus 2018

Surat#1 : Menyapa Cinta

Hai, Cinta.
Selamat malam.
Terima kasih sudah menyapaku,
berkali-kali.
Walaupun kamu tak sekalipun ku hiraukan.

Kau tau,
sesekali aku merindukanmu.
Namun, setiap kali saat itu tiba,
aku selalu menyuruhnya pergi menjauh.

Maafkan aku,
karena tak lagi menaruh rasa percaya padamu.
Sebesar apapun inginku,
ternyata rasa terkhianati jauh lebih besar dari itu.

Cinta,
kali ini aku rindu.
Itulah mengapa kali ini aku menyapamu.
Tapi aku juga tak ingin kau datang.
Aku takut, aku tak bisa bertahan.
Aku khawatir,
gelombang rasa sakit itu akan semakin besar.

Kurasa cukup aku menyapamu malam ini.
Suatu saat, tolong sapa aku lagi,
ketika aku sudah siap untuk menerimamu kembali.
Biar malam ini, ku titipkan rindu dan salamku pada langit malam.
Biarkan bulan menjadi saksi bahwa aku pernah memanggilmu kembali.
Biarlah bintang-bintang menyimpan harapanku,
bahwa suatu saat aku bisa menerimamu kembali.
Tolonglah, ketika saat itu tiba,
pertemukan aku dengan dia yang tepat.
Yang tak akan mengkhianati.
Yang membuatku percaya,
bahwa kamu adalah suatu anugerah terindah.

Selamat malam, Cinta.
Selamat tidur.
Semoga aku memimpikanmu
sebagai pelipur rinduku malam ini.

Lama Tak Bersua

Hai!
Lama tak bersua.
Blog ini sudah berdebu.

Mulai hari ini, mungkin blog ini akan terisi kembali. Tentunya, dengan content yang random dan mungkin nggak seserius content-content sebelumnya.

Aku juga punya blog yang lain. Kalian bisa langsung cek aja di link ini
jurnalsiandra.blogspot.com.

See ya!